Mangkujiwo 2 : Konsep Mengesankan, Eksekusi Membingungkan
Kuntilanak
Universe terus berlanjut. Setelah Kuntilanak 3 versi anak-anak yang tayang
tahun lalu, kini giliran versi asal-usul Kuntilanak dalam sekte Mangkujiwo yang
dirilis dalam film bertajuk Mangkujiwo 2. Seperti pendahulunya yakni Mangkujiwo
yang tayang pada 2020 lalu, Mangkujiwo 2 tetap menyuguhkan gore yang cukup
memanjakan mata penonton penikmat gore dan darah.
Dirilis
pada 26 Januari, Mangkujiwo 2 hingga penayangan pekan pertama telah meraup 300
ribu-an penonton. Sebuah pencapaian yang cukup memuaskan di era gempuran film
horor yang terus meneror sepanjang 2022 hingga 2023 awal ini. Mangkujiwo 2
masih menyuguhkan horor yang kuat di penceritaan seperti halnya di filmnya yang
pertama. Hanya saja konflik dan alur yang dimainkan di sini jauh lebih rumit
dan meluas.
Tokoh
lain dalam film Mangkujiwo pertama yang di sini masih dipertahankan seperti Nyi
Kenanga (Jenar Maesa Ayu), Karmila (Karina Suwandi), Uma (Yasamin Jasem), dan
Brotoseno (Sujiwo Tejo) masih menjadi tokoh dasar dalam melanjutkan sekte
Mangkujiwo yang makin kuat dan seakan tak terkalahkan menjadi hal yang diangkat
dalam Mangkujiwo 2 ini.
Selain
itu beberapa tokoh baru seperti Rimba (Marthino Lio), Dargo (Yayu Unru), Ampera
(Kiki Narendra), Maurine (Widika Sidmore), serta dua cameo yang terhubung
dengan film Kuntilanak versi Samantha dan Kuntilanak versi anak-anak juga turut
meramaikan film ini. Banyaknya tokoh yang dimunculkan dalam film ini membuat
konflik semakin banyak.
Film
dibuka dengan adegan Uma yang menonton bioskop hingga adegan yang membuat
penonton cukup kaget membersamai kagetnya Uma saat itu. Cukup menjadi pembuka
yang bisa dikatakan sebagai “pemanasan” sebelum masuk ke konflik yang lebih
dalam lagi. Cerita lebih difokuskan pada bagaimana Uma yang berusaha mencari
jati dirinya dan mengapa ia selalu dilindungi sosok Kuntilanak. Selain itu, Brotoseno yang menjadi “Panglima” dalam Sekte
Mangkujiwo hingga ia menjadi pengusaha besar yang mampu mengendalikan
orang-orang berpengaruh. Ya, film ini banyak menyentil sisi politik yang cukup
berani sebab hal-hal yang dimunculkan dalam cerita maupun frame banyak mengandung metafora tentang dunia kelam politik.
Bagi
penikmat film horor yang menyukai kaget-kagetan saja jangan harap hal itu akan
muncul, sebab film yang masih disutradarai Azhar Kinoi Lubis ini memang tidak
hanya menyuguhkan film horor yang menjual jumpscare,
tetapi cerita yang kuat dibangun cukup matang dari konsep skenarionya. Sangat
menarik jika alur ini kita baca dalam bentuk novel sebab detail-detail yang ada
dalam film ini banyak mengandung pesan. Namun sayangnya visualisasinya tak
serapi konsepnya. Film ini tidak cukup rapi dalam mengemas konflik yang banyak
dengan tokoh yang banyak pula sehingga justru memunculkan kesan membingungkan
bagi penonton atau bahkan dialog-dialog yang panjang serta klasik tidak cukup
membuat penonton tak mampu melawan kantuk dalam bioskop.
Awal
pembukaan sampai di seperempat jalan memang menyenangkan, dengan visualisasi
dan metafora yang bagus. Namun, saat film memasuki tengah perjalanan, terlalu
banyak dialog yang terkesan membuat penonton semakin kebingungan seperti
penonton telah ketinggalan banyak cerita. Saya sendiri di menit-menit tengah
film berjalan terbius dialog panjang yang membingungkan hingga mata saya ‘terpaksa’
terpejam sebentar.
Banyaknya
hal yang ingin disampaikan dengan tokoh yang banyak pula ingin dieksplore
justru membuat film ini kehilangan arah di pertengahan. Saya jadi bertanya “Mau
dibawa kemana arah film ini?” fokus film ini tidak ada dan cenderung membuang
waktu pada cerita yang sebenarnya dapat dipadatkan melalui tokoh-tokoh yang
juga bisa diminimalisasi. Banyak tokoh menarik yang sebenarnya bisa dieksplore
dan dimainkan dengan plot yang menarik justru dibiarkan saja.
Penonton
hanya dikenalkan tokoh yang banyak ini sampai di permukaan. Ini hal yang
disayangkan. Azhar seperti tampak kebingungan menempatkan tokoh dan alur di
sini, tidak seperti di film sebelumnya yang tiap tokoh memiliki tugas
masing-masing dalam pembangunan konflik utama, di film ini setiap tokoh hanya
diberi tugas yang sebatas mewakili satu hal tetapi sangat tipis hubungannya dengan
konflik uatama. Konflik kecil yang bisa dijadikan benang merah untuk menemui
klimaks justru cenderung berputar-putar dan banyak basa basi. Ini yang
mengganggu dalam pembangunan alur cerita. Berbeda dengan film sebelumnya yang
tak banyak berbelit-belit dan langsung ke inti sehingga alur juga lebih padat
dan mudah ditangkap penonton.
Namun,
kita segera move on dari alur dan
banyaknya tokoh yang sedikit berantakan ini. Film ini tetap menjadi salah satu
film terbaik dalam Kuntilanak Universe sebab ceritanya lebih mendalam. Teknik editing
juga jauh lebih baik dibandingkan dengan film sebelumnya yang masih terlihat
jelas efek CGI-nya. Adegan gore yang memanjakan mata juga bisa membuat penonton
memaafkan kesemrawutan alurnya. Kemampuan akting pemain juga menjadi nilai
tambah dalam film ini. Seluruh pemain memberikan performa baik sehingga bisa membuat
penonton masuk dalam cerita yang dibangun. Grading
hingga kostum dan properti yang digunakan juga meyakinkan penonton bahwa
latar film tersebut adalah tahun 70-an dengan dialog yang nyentrik dan khas era
70-an.
Budaya
Jawa yang kental juga masih menjadi primadona bagi saya. Sujiwo Tejo yang
nembang dengan tarian menyenangkan serta adegan dalam ritual kejawen yang
menarik untuk dinikmati dikemas dengan menawan yang menampilkan duet maut antara
Sujiwo Tejo dan Jenar Maesa Ayu. Adu akting dua aktor senior ini layak ditonton
sambil menikmati popcorn. Sangat menyenangkan. Bahkan tiga aktor senior yakni
Sujiwo Tejo, Jenar, dan Karina Suwandi juga sayang dilewatkan jika tidak
menonton film ini. Permainan yang mengesankan dari tiga aktor hebat itu patut
kita nikmati. Yayu Unru tak kalah menawannya dengan memerankan sosok Dargo
sebagai saingan Brotoseno ia mampu membawakan pesan dengan baik melalui sosok
Dargo. Metafora yang dipilih juga asik seperti pesugihan siluman tikus yang
sangat jelas mengandung kritik sosial di negeri ini. Benar. Tikus masih menjadi hewan utama dalam
film ini. Kita semua tahu tentunya.
Pada
akhirnya film Mangkujiwo 2 masih menawan dan menarik untuk ditonton sebab
memiliki banyak pesan di dalamnya. Kita akan dibawa untuk berpikir lebih kritis
dan bijaksana setelah menonton ini. Salah satu dialog yang menyenangkan adalah
kalimat yang diucapkan Brotoseno yang berbunyi, “Kebenaran adalah dusta yang
terbaik” film ini tetap “gila” dengan keindahan di dalamnya. Melalui film ini
kita benar-benar akan mengetahui bahwa setan yang paling menakutkan sejatinya
adalah manusia itu sendiri. 7,8/10 untuk film ini. Selamat menonton. Tabik.
Komentar
Posting Komentar