Hari Jadi Tuban : Antara Bumi Wali dan Nostalgia Sejarah
“Kalau ingin
menjadi manusia yang hebat, jangan pernah lupakan sejarah, Lung. Bilung,
adikku. Dari sejarah, kita dapat belajar,”
***
Begitulah
kiranya ungkapan Togog kepada adik angkatnya, Bilung ketika berbicara tentang
bagaimana kebaikan selalu dikenang. Hal itu pula yang dilakukan warga Tuban
dalam rangka memperingati Hari Jadi Tuban setiap tahunnya yang jatuh pada 12
November. Tanggal tersebut dijadikan sebagai Hari Jadi Tuban karena pada
tanggal 12 Kartika 1293, Ranggalawe tekah diangkat sebagai Adipati Tuban oleh
Raden Wijaya pendiri Majapahit.
Tahun 2019 ini, Tuban
baru saja memperingati hari jadi yang ke-726. Gelaran hari jadi Tuban terus berlanjut hingga akhir
Desember depan dengan menyuguhkan pelbagai kegiatan yang cukup padat.
Beberapa tahun
yang lalu, warga Tuban selalu disuguhi kegiatan yang berkaitan dengan religi
sebagaimana jargon Tuban sebagai Bumi Wali yang terus dikumandangkan bak
gelindingan bola salju yang kian membesar kemudian meletus indah menyelimuti
tanah merah dan berubah menjadi putih salju.
Sesuatu yang
wajar dilakukan sebagai kota Bumi Wali yang
setiap tahun tak pernah absen mengundang band Wali mengiringi jargon kota
Ranggalawe, tempat Raden Said atau dikenal dengan Sunan Kalijaga , dan pahlawan
penggerak bangsa sekelas Sugondo Djoyopuspito, Jendral Basuki Rahmad, dan Letda
Sucipto sebagai kota kelahiran.
Selain mengundang
grup musik yang bernapaskan Islam, sudah jelas pengajian selalu menjadi
prioritas dalam rangkaian acara hari jadi kota yang setiap desa terdapat makam
Wali dan berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah ini.
Namun, tahun
2019 ini ada perbedaan yang cukup mencolok. Adanya gelaran bertajuk Toeban Tempo Doeloe yang bekerja sama
dengan segenap komunitas budaya dan sejarah, mampu dikemas menarik yang membuat
pengunjung ditarik jauh ke belakang pada era jadul.
Memasuki gapura Toeban Tempo Doeloe, terdapat deretan
stand bergaya klasik dengan bentuk gubuk yang menyuguhkan aneka sajian seperti
makanan khas Tuban, kain khas Tuban, udeng, berbagai pusaka temuan, tarian, dan
permainan tradisional yang tentu saja mampu membawa pengunjung bernostalgia.
Kegiatan ini tampaknya
disambut baik oleh masyarakat. Alun-alun Tuban dipenuhi warga baik dari dalam
kota maupun luar kota yang ingin melihat wajah Tuban tempo dulu khas manusia
modern.
Tentu saja
kegiatan ini patut disyukuri oleh komunitas budaya dan sejarah yang pada
akhirnya diberikan tempat oleh pemerintah untuk menuangkan hasil kerja keras
dalam menggali dan melestarikan budaya Tuban yang pada hari jadi ke-726 tahun
akhirnya digelar untuk pertama kali yang bertajuk budaya dan sejarah Tuban ini.
Terlepas dari
seberapa lama gelaran bernapaskan budaya dan sejarah Tuban ini akhirnya
terwujud, sebagai warga Tuban yang lahir di Tuban, tentu senantiasa berdoa
semoga kenikmatan indah ini akan selalu dinikmati oleh warga Tuban.
Sebagaimana
Togog telah benar-benar turun untuk mengemban tugas mengarahkan kebenaran bagi
para raksasa dan angkara murka agar dapat selalu mengingatkan untuk belajar
dari sejarah.
*Kama Dahayu
Tuban,
16 November 2019
Komentar
Posting Komentar