FILM LAWAS INDONESIA YANG MENDUNIA



Dunia sinematografi Indonesia belakangan ini semakin menegakkan namanya dalam deretan festival film internasional, seiring dengan semakin tingginya kualitas perfilman Indonesia. The Raid dan The Raid 2, The Night Come For Us, Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak, hingga jagad superhero pertama, Gundala telah merasakan red carpet di Toronto International Film Festival (TIFF). Ini membuktikan kualitas film Indonesia semakin dilirik warga dunia.  Namun, meningkatnya kualitas perfilman Indonesia bukan hanya baru-baru ini. Berkaitan dengan ini, saya kembali membuka koleksi film nusantara saya dan menemukan beberapa film lawas yang berhasil menyabet penghargaan internasional. Inilah yang lantas membuat saya ingin berbagi tentang film-film lama karya anak bangsa yang diakui dunia.
 Berikut deretan film lawas Indonesia yang mendunia.
  1.         Tjoet Nja’Dhien (1988)


Bicara tentang film ini membuat saya kembali bernostaligia saat saya sedang gandrung dengan Bunda Christine Hakim sampai membuat saya mencari film-film yang diperankan beliau dan membawa saya pada film ini. Tentu saja saya bersyukur, sebab saya memang menyukai film historical dan diperankan oleh idola saya. Sesuai dengan judulnya, film ini mengisahkan perjuangan salah satu pahlawan wanita Indonesia dari Aceh, ialah Cut Nyak Dien. Christine Hakim memerankan pahlawan wanita ini dengan apik dan ditemani oleh Slamet Rahardjo sebagai Teuku Umar. Film ini merupakan film pertama yang berhasil tayang di Festival Film Cannes 1989 dengan memenangkan penghargaan Best Foreign Film.

2.    Daun Di Atas Bantal (1998)




Sama seperti kisah film Tjoet Nja’ Dhien, saya menemukan film ini karena saya mencari film yang diperankan Bunda Christine dan akhirnya muncullah film luar biasa ini. Disutradarai Garin Nugroho pada 1998, film ini mengangkat kisah nyata kehidupan anak-anak jalanan yang diperankan oleh anak-anak jalanan secara langsung. Ialah Heru, Kancil, dan Sugeng yang menjadi diri mereka sendiri. Iya, saya sendiri cukup kaget saat membaca fakta ini. Saya merasa sangat antusias saat mengetahui fakta ini dan membuat saya sangat menikmati alur cerita di dalamnya, ditambah lagi ini diangkat dari kisah nyata kehidupan anak jalanan di Yogyakarta. Selain anak jalanan, Christine Hakim turut ambil bagian dalam peran di film ini, selain itu ada Sarah Azhari, dan Jullie Estelle (kalau kalian bisa menemukannya). Saya sendiri tidak sadar jika Mbak Juleha (Jullie Estelle) turut berperan dalam film ini, sebab ia tentu masih kecil seusia dengan anak jalanan yang ikut berperan.
Film yang dalam versi internasionalnya berjudul “Leaf on a Pillow” ini memenangkan beberapa penghargaan di antaranya:
·       Asia-Pacific Film Festival - 1998 - Best Actress - Christine Hakim
·       Asia-Pacific Film Festival - 1998 - Best Film
·       Singapore International Film Festival - 1999 - Unggulan dalam kategori Silver Screen Award Best Asian Feature Film - Garin Nugroho
·       Tokyo International Film Festival - 1998 - Special Jury Prize - Garin Nugroho.
Yang jelas film ini sangat mewakili kehidupan jalanan yang keras dan ‘kotor’serta mampu membuka cara pandang baru untuk kita. Selamat menonton jika berkenan.

3       3.  Pasir Berbisik (2001)

Di sutradarai oleh Nan Achnas, diperankan oleh Dian Sastro, Christine Hakim, dan Slamet Rahardjo, dengan mengangkat kehidupan masyarakat sekitar Gunung Bromo yang hanya ada bentangan gurun pasir, dan hingga kini mendapat sebutan Pasir Berbisik. Film yang dirilis pada 2001 ini kita dapat melihat sosok Dian Sastro yang masih belia, yakni saat ia masih berusia 15 tahun. Tentu saja Dian Sastro tetap manis memesona meski dalam film ini ia masih sangat polos dan penampilan dekil. Hebatnya, film ini mampu menorehkan prestasi di ajang internasional antara lain:
·         * Best Cinematography Award, Best Sound Award dan Jury's Special Award For Most Promising           Director untuk Festival Film Asia Pacific 2001
·         *Festival Film Asiatique Deauville 2002 - Dian Sastrowardoyo memenangkan Artis Wanita Terbaik
·       * Festival Film Antarabangsa Singapura ke-15- Dian Sastrowardoyo memenangkan Artis Wanita Terbaik.

1      4.  Denias, Senandung di Atas Awan (2006)


Film garapan Jhon de Rantau ini memang menyenangkan, menyegarkan, sekaligus mengesankan. Mengisahkan kehidupan anak suku pedalaman Papua yakni Denias dalam perjuangkan mendapatkan pendidikan yang layak. Diperankan oleh Albert Thom Joshua Fakdawer sebagai Denias, Ari Sihasale, Marcella Zalianty, hingga Pevita Pearce. Dalam film ini Mbak Pev masih belia dan berusia sekitar 11 tahun.  Kita masih bisa menikmati kepolosan Pevita Pearce yang menjadi film debutnya dalam film ini.

Kisah yang mengharukan ini membuat film Denias diputar di Australia bahkan mewakili Indonesia di ajang film Oscar tahun 2008. Sayangnya pada gelaran Oscar, film ini masih belum mampu menyabet penghargaan. Terlepas dari itu, saya sangat menyukai film yang mengedukasi ini. Sangat direkomendasikan bagi anak-anak untuk menonton film ini. Semoga kita menjadi orang yang selalu bersyukur dan mencintai pendidikan.

5. Laskar Pelangi (2005) 
Tak lengkap rasanya jika bicara tentang film lawas yang berkualitas tanpa menampilkan film fenomenal yang diadaptasi dari novel ini. Ialah Laskar Pelangi, yang pada 2005 menjadi film paling banyak dibicarakan masyarakat Indonesia serta paling difavoritkan oleh anak-anak pada saat itu. Saya masih ingat betul, bagaimana saya juga sangat menggilai film ini, bahkan sampai sekarang original soundtracknya masih sering saya putar.
Tak beda jauh dengan Denias, film ini juga mengisahkan tentang perjuangan sekelompok anak yang ingin mengenyam pendidikan dalam keterbatasan. Bersetting di Belitung, sang sutradara mampu menerjemahkan novelnya dalam bentuk visual yang cukup. Cukup membuat orang terharu dan teriris hatinya saat melihat penampakan dari sekolah darurat film ini, cukup tergores hatinya saat melihat kisah mengharukan dari geng “Laskar Pelangi” dan mengerti bagaimana cara menghargai mimpi.
Tak hanya novelnya yang diterjemahkan dalam berbagai bahasa, filmnya pun mampu menorehkan penghargaan dalam berbagai ajang di festival film internasional, di antaranya:
·         The Golden Butterfly Award untuk kategori film terbaik di Internasional Festival of Films for Children and Young Adults di Hamedan, Iran.
·         masuk nominasi kategori film terbaik di Berlin Internasional Film Festival 2009, pada Asian Film 2009 di Hong Kong, dan editor filmnya, yaitu W. Ichwandiardono menjadi nominator untuk kategori editor terbaik.    
·         film terbaik Festival Film Asia Pasifik ke-53 di Kaohsiung, Taiwan, 2009.
Serta diputar di berbagai negara yakni, Barcelona Asian Film Festival 2009 di Spanyol, Singapore Internasional Film Festival 2009, 11th Udine Far East Film Festival di Italia, dan Los Angeles Asia Pacific Film Festival 2009 di Amerika Serikat, dan Pusan International Film Festival 2009.

1      6. Jamila dan Sang Presiden (2009)
Film yang diangkat dari naskah lakon karya Ratna Sarumpaet ini semenyenangkan pentas dramanya. Saya sendiri saat membaca naskahnya sudah jatuh hati dan lantas membawa saya pada pentas dramanya, hingga akhirnya saya menemukan film yang luar biasa ini.

Berkisah tentang Jamila, perempuan malam yang takdirnya sudah digariskan oleh keluarganya sendiri. Dijual oleh ayahnya bahkan sejak ia masih dalam kandungan ibunya. Ia telah disiapkan menjadi pelacur.
Ada yang menarik antara naskah ini dengan saya. Setelah membaca naskah ini saya seketika menaruh perhatian lebih pada sosok ‘perempuan malam’ dan lantas menciptakan tokoh Surti yang kemudian saya tuangkan dalam naskah lakon.
Tentu saja film ini tak hanya menarik perhatian saya, tetapi juga menarik perhatian dalam festival film internasional seperti Asiatica Film Mediale 2009 di RomaItalia, film ini meraih NETPAC Award. Pada Asia Pacific Film Festival ke-53 di TaipeiTaiwan, film ini meraih penghargaan Penyuntingan Terbaik. Film ini diajukan untuk Film Berbahasa Asing Terbaik pada Academy Award ke-82, tetapi tidak dinominasikan. Pada Vesoul International Film Festival of Asian Cinema 2010 di VesoulPrancis, film ini meraih dua penghargaan, yaitu Prix de Public (pilihan penonton) dan Prix Jury Lyceen.

Berikut adalah deretan film lawas Indonesia yang diakui dunia. Tak hanya mendapat kekaguman yang luar biasa, rupanya dari deretan film di atas kita dapat melihat masa belia aktor-aktor yang sekarang tak diragukan kemampuannya seperti Mbak Distro (Dian Sastro), Mbak Pev (Pevita Pearce), dan Mbak Juleha (Jullie Estelle), dan tentu saja aktor senior sekelas Bunda Chritine Hakim dan Eyang Slamet Rahardjo, juga salah satu sutradara kesayangan saya, Om Garin Nugroho. Tabik untuk semua crew dan aktor perfilman Indonesia yang sudah berkarya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kutu Busuk

‘Mencuri’ (Pesan) Raden Saleh Bersama Komplotan MRS

MANGKUJIWO: Suguhkan Thriller-Gore-Horror yang Nikmat