"The King Affection" Suarakan Isu Gender yang Mengikat Kebangsawanan

Drama Korea yang tayang pada Oktober 2021 yaitu “The King Affection” menjadi salah satu drama yang mengangkat isu gender kuat soal perbedaan perlakuan laki-laki dan perempuan. Sejak awal drama ini membuat saya tertarik dan ingin menontonnya apalagi sejak mengetahui premis yang unik dan berbau feminis tentunya. Untuk itu, akhirnya setelah menyelesaikan selama dua kali putaran menonton “The King Affection” membuat saya harus mereview drama ini.  Apalagi drama ini menduduki 10 besar di peringkat Netflix dunia. Berikut reviewnya.

 

Sinopsis

Diawali dengan kisah sepasang saudara kembar yang lahir sebagai putra dan putri dari putra mahkota Joseon (Korea) tetapi dalam kepercayaan Joseon, seorang putra mahkota tidak boleh lahir sebagai anak kembar apalagi memiliki kembaran seorang perempuan. Raja Joseon yang menjadi kakek kedua bayi kembar itu bersama dengan kakek dari ibunya yaitu Tuan Sangheon memerintahkan untuk membunuh bayi perempuan yang lahir sebagai kembaran putra mahkota untuk menghindarkan isu tak sedap tentang kerajaan. Ibunya berusaha melindungi putrinya dengan membuangnya ke gunung untuk dijaga prajurit kepercayaannya. Bayi perempuan itu kemudian selamat dan tumbuh dengan baik hingga pada usia remaja ia menjadi dayang istana.

Sebagai dayang istana, ia bertemu dengan saudara kembarnya yang telah bergelar sebagai putra mahkota. Melihat pertemuan itu, sang putra mahkota merasa harus bertukar posisi untuk suatu alasan. Namun, sang kakek yang menyuruh membunuh bayi perempuan tempo hari mengetahui bahwa sang bayi masih hidup. Ia menyuruh anak buahnya untuk membunuh gadis perempuan itu yang diketahui bernama Dam-i. Sayangnya yang dibunuh justru putra mahkota yang bertukar posisi dengan Dam-I hingga akhirnya Dam-i yang harus menyamar sebagai putra mahkota agar ia tak dibunuh.

Perjuangannya hingga dewasa begitu sulit dengan melakukan berbagai cara agar rahasianya tak terungkap. Konflik dimulai saat orang-orang sekitarnya mulai curiga terhadapnya bahwa fisiknya lebih menyerupai perempuan meskipun ia memiliki keterampilan bela diri dan memanah yang hebat. Untuk lebih jelasnya silakan ditonton langsung bagaimana kisah Putra Mahkota Lee Hwi (Park Eun Bin) dengan bumbu asmara cinta segi lima antara Jung Ji Woon (Ro Woon), Lee Hyun (Nam Yoon Soo), Shin So Eun (Bae Yoon Kyung), dan Noh Ha Kyung (Jung Chae Yeon) serta pengawal andalan Lee Hwi—Kim Ga On  (Choi Byung Chan).

 

Aktor Muda Berbakat

Park Eun Bin sebagai Lee Hwi/Dam-I

Memasang aktor muda tak membuat drama ini kehilangan kharismanya, sebab aktor muda yang dipasang sebagai pemeran utama mampu memerankan dengan baik sesuai tokoh yang dibawakan, terutama sang tokoh sentral—Lee Hwi yang dibawakan dengan sangat apik dan epic oleh Park Eun Bin. Sebagai aktor cilik, kemampuan akting Mbak Ubin (Park Eun Bin) memang tak diragukan lagi. Memerankan dua karakter sekaligus sebagai Dam-I dan Lee Hwi dengan sangat baik. Sebagai Dam-I ia menjadi gadis cantik yang anggun, sebagai Lee Hwi ia menjelma menjadi putra mahkota yang dingin dan berkharisma, dan tentu saja tampan rupawan nan menawan—aku tak bisa pungkiri itu. Bahkan sejauh ini, karakter perempuan yang menyamar sebagai laki-laki tidak cukup baik dan cukup manly, baru Mbak Ubin yang bisa sangat mendekati sosok manly yang gagah banget. Yakin deh banyak yang nge-crush dia. Sampai sekarang aku masih gagal move on dari Hwi.

Ro Woon sebagai Jung Ji Woon

Sebagai lawan mainnya—Ro Woon mampu mengimbangi Mbak Ubin dengan baik meskipun berlatar belakang idol, Ro Woon membuktikan kemampuan aktingnya cukup mumpuni dan terlihat pas dengan acting Mbak Ubin.  Jung Ji Woon terlihat menggemaskan saat ia mulai terpesona pada putra mahkota Lee Hwi sejak ia diselamatkan dari hukuman raja bahkan kemeleyotannya memuncak saat ia ditangkap ketika akan jatuh (pengen getok pala Ji Woon aku).

Nam Yoon Soo sebagai Lee Hyun

Selain itu, ada Nam Yoon Soo yang berperan sebagai Lee Hyun yaitu sosok second lead atau korbannya Hwi yang harus bernasib cinta bertepuk sebelah tangan terhadap Dam-I atau Hwi. Menjadi sepupu Hwi yang jatuh cinta sejak Hwi masih remaja dan bahkan mengetahui bahwa Hwi adalah perempuan membuatnya menjadi second lead  yang disayangi penonton karena sikapnya yang selalu ada buat Hwi dan cenderung tidak egois demi keselamatan Hwi. Nam Yoon Soo mampu menjadi pria hangat dan menawan sebagai orang yang tulus mencintai Hwi tetapi tidak berubah menjadi jahat meskipun cintanya tak diterima Hwi. Ia tulus melindungi Hwi dengan cara yang elegan (uwu sekaliiii mas sepupu).

Bae Yoon Kyung sebagai Shin So Eun

Selanjutnya, ada Bae Yoon Kyung sebagai Shin So Eun yakni saingan Hwi dalam mencintai Jung Ji Woon. Di episode awal, karakter So Eun cukup menyebalkan sebab ia menjadi egois untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Namun, seiring berjalannya episode, sosok So Eun menjadi orang yang bijaksana bahkan rela melepas Ji Woon untuk Hwi. Ia juga tak menyimpan dendam terhadap Hwi meski menjadi saingannya dalam mendapat cinta Ji Woon.

Jung Chae Yeon sebagai Noh Ha Kyung

Di second lead lain ada Jung Chae Yeon yang berperan sebagai Noh Ha Kyung adalah putri mahkota yang bucin dengan Hwi. Ia jatuh cinta pada pandangan pertama saat ia hamper terjatuh dan ditangkap oleh Hwi. Seketika itu ia jatuh cinta (Hwi tampan banget emang). Chae Yeon sebagai idol cukup apik membawakan sosok Ha Kyung yang juga dengan tulus mencintai Hwi sehingga melakukan berbagai cara untuk mendapatkan hati Hwi bahkan saat ia tahu bahwa Hwi adalah perempuan, ia masih saja memberi perhatian pada Hwi. Melalui tatapan mata, Chae Yeon dengan pas menggambarkan sosok Ha Kyung yang polos dan penuh ketulusan tanpa adanya tendensi apapun sebagai seorang ratu (ratu kesayangan banget).

Choi Byung Chan sebagai Kim Ga On

Terakhir, ada Choi Byung Chan berperan sebagai pengawal Hwi yang dingin dan misterius tetapi akhirnya tetap berpihak pada Hwi. Byung Chan berhasil membuat meleyot hati penonton perempuan yang melihatnya. Memiliki wajah yang imut tak membuatnya gagal memerankan pengawal yang dingin dan misterius. Ia dengan tepat membawakn sosok Kim Ga On yang tak berlebihan dan tak terkesan dibuat-buat.     

Alur Cepat dan Konflik Tepat

Kisah tentang kerajaan memang rumit. Tetapi hal itu tidak terjadi pada “The King Affection”. Penulis sepertinya cukup pas memberikan porsi konflik yang tidak berlebihan dan tidak terlalu ringan dengan tetap memegang pada konsep utama yakni tentang posisi perempuan dalam sistem sosial.

Sejak diumumkannya drama ini sudah pasti ketegangan utamanya adalah bagaimana karakter utama dapat menyembunyikan dengan baik penyamarannya sebagai laki-laki. Inilah yang menjadi daya tarik yang bisa diolah oleh penulis agar tidak menjadi kisah yang terlalu rumit tetapi tepat sasaran. Penulis berhasil mengolah dengan tepat isu utama ini. Adegan-adegan epic pun mampu dieksekusi dengan baik melalui visual yang menawan seperti adegan “Jaka Tarub dan Bidadari” versi Korea yang memperlihatkan pesona Park Eun Bin atau Lee Hwi yang mencoba bersembunyi saat penyamarannya hampir terbongkar. Pengambilan gambar dan editing yang indah menambah pesona pada adegan ini yang mengiringi kecantikan Mbak Ubin saat rambut panjangnya terurai lepas. Pesonanya semakin tumpah saat ia mengetahui Ji Woon mengintipnya hingga akhirnya melempar pisau miliknya (adegan ini jadi favorit juga).

Sebelum adegan itu, ada adegan yang membuat laki-laki jadi teriak “uwu” saat melihat Hwi yang terkena panah bagian ikat kepalanya sehingga membuat rambutnya terurai. Adegan ini sangat menawan bahkan ditambah saat Hwi melarikan diri dengan kudanya sambil rambutnya terurai (auto keinget Mulan—meleleh aku).

Selain konflik semacam ini, mungkin baru kali ini ada second lead yang nggak ada jahat-jahatnya sama sekali. Semua second lead ikhlas membantu tokoh utama dalam upaya melawan musuh utama. Bahkan sang ratu atau Ha Kyung yang bucin pada Hwi pun tetap menyayangi Hwi sampai akhir (kasihan sekali nasibmu wahai ratu). Tak hanya Ha Kyung, Hyun dan So Eun pun ikhlas membantu Hwi dan Ji Woon dalam melawan Tuan Sanghoen meski mereka tahu cinta mereka tak akan terbalas.

Sampai akhir, drama ini memberikan ending yang sangat manis. Melegakan dan menyenangkan meski harus ada beberapa ‘tumbal’ sebelum mencapai ending. Namun, sepenuhnya tingkat kemanisan ending mencapai 80 persen. Kesakitan yang dialami Dam-I selama ini seakan terbayar dengan pas pula di endingnya.

Angkat Tema Female Centris



Sejak episode awal, drama ini memang menampilkan kesenjangan dan pemberontakan perempuan terhadap budaya. Diucapkan oleh putri mahkota—ibu dari Lee Hwi dan Dam-I yang memprotes pada ayahnya saat Dam-I harus dibunuh. Dikatakan bahwa “Mengapa ia harus dibunuh hanya karena ia terlahir sebagai perempuan?”

Ya, terlihat jelas bentuk protes perihal gender yang diutarakan melalui drama ini sejak episode awal yang memprotes adanya perbedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan bahkan pada dunia kebangsawanan.  Perempuan dianggap tidak berguna bagi keluarga kerajaan selain sebagai penyambung keturunan raja.

Kisah berlanjut sampai saat Hwi tumbuh  dan menginjak kepala dua. Ia tumbuh menjadi perempuan yang kuat, berani, cerdas, berkarakter, dan disegani. Keadaan membuatnya menjadi pribadi yang sulit dimasuki orang lain selain dua abdi setianya yaitu kepala pelayan dan kasimnya yang sudah melayaninya sejak ia menggantikan putra mahkota  saat ia masih remaja.

Drama ini memberikan sajian karma bagi sang kakek putra mahkota yang ingin membunuhnya saat bayi dan justru bayi yang ia suruh dibunuh kini adalah orang yang paling ia sayangi dan ingin dilindungi sebab ia mengira Hwi adalah laki-laki. Dendam dan amarah yang menumpuk membuat Hwi semakin berusaha melawan kakeknya dengan caranya sendiri.

Sepanjang episode drama ini, hampir 80 persen Mbak Ubin mengenakan pakaian laki-laki. Terhitung hanya tiga episode dia menggunakan baju perempuan dari total 20 episode. Yang menyenangkan dari drama ini adalah penulis benar-benar tak memperlihatkan sosok rapuh seorang Hwi yang menye-menye tetapi justru membentuk karakter Hwi yang selalu keren di tiap episode. Kita diperlihatkan seorang perempuan yang tak hanya pandai dalam bertarung dan menggunakan panah tetapi juga handal dalam taktik perang politik. Hwi seakan benar-benar menampar semua atribut yang telah dilekatkan kepada perempuan yang katanya hanya sebagai penyambung keturunan raja dan tidak layak ikut berada di medan perang termasuk di ranah politik. Hwi melakukan itu semua hingga akhir. (Jatuh cinta gak sama Hwi? jatuh cintalah aku)

Bahkan di episode-episode akhir, Hwi akhirnya berbicara dengan kakeknya yaitu Tuan Sanghoen yang telah mengetahui bahwa Hwi adalah perempuan. Tuan Sanghoen mengatakan pada Hwi akan lebih baik jika Hwi lahir sebagai laki-laki. Hwi menjawab dengan sangat tenang, “Apakah aku harus mati karena aku seorang perempuan?” kalimat ini benar-benar mewakili perempuan-perempuan lain saat itu bahkan mungkin masa kini saat perempuan tidak mendapatkan keadilan dalam status sosial bermasyarakat. Dam-I adalah kita yang lahir sebagai perempuan dan menjadi subjek dalam sistem yang diciptakan masyarakat sehingga memunculkan stigma terhadap posisi laki-laki dan perempuan. Jika dirunut lagi dari awal, nasib Dam-I sama sekali tidak menyenangkan bahkan sejak ia lahir. Saat kelahirannya ia harus dibunuh, bahkan harus merasakan menjadi yatim-piatu karena ia perempuan dalam upaya penyelamatannya. Saat ia kembali ke rumah pun ia masih harus berjuang dengan tidak menjadi diri sendiri. Setidaknya begitulah kisah Dam-I sebagai perempuan yang sama sekali tak diharapkan dalam keluarga kerajaan.

Namun, pada akhirnya Hwi tetap menjadi senter dalam cerita ini. Ia tidak berpangku tangan pada siapa pun selain dirinya sendiri. Ia melawan kakeknya bahkan sistem yang ada di masa Joseon saat itu. Hwi selalu menjadi keren tiap episode dari awal sampai akhir.  Tentu saja Hwi tetap memesona dan raja yang paling menawan karena memiliki kebijaksanaan dan pemikiran mendalam sebagai perempuan serta ketegasan dan memegang teguh pada prinsip sebagai seorang raja. Dari Hwi kita  tahu bahwa perempuan akan sangat keren saat menjadi pemimpin meski sesekali ia tetap membutuhkan laki-lakiuntu dicintai. Dari semua raja Joseon terlepas dari karakternya yang fiktif, Hwi tetap menawan hati.

Akhirnya setelah menuntaskan “The King Affection”, aku kasih nilai 9/10 dari keseluruhan bagiannya. Secara umum aku gagal move on dari Hwi, seandainya dia benar-benar ada. Bagi yang penasaran dan ingin mengenal Hwi lebih dalam, silakan tonton The King Affection di Netflix. 

 

Komentar

  1. Jadi makin gak bisa move on kan setelah baca ini .. Ah cuss nnton dari awal lagi yg ke 4 kali .. ๐Ÿ˜€๐Ÿ˜€๐Ÿ˜€๐Ÿ˜…๐Ÿ˜…

    BalasHapus
  2. Drama terkeren tahun 2020๐ŸคŸ๐ŸคŸ

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kutu Busuk

‘Mencuri’ (Pesan) Raden Saleh Bersama Komplotan MRS

MANGKUJIWO: Suguhkan Thriller-Gore-Horror yang Nikmat