Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2019

SURAT UNTUK IBU PERTIWI

Kepada yang Tercinta dan Terkasihani Indonesiaku, Ibu Pertiwi di Tanah Surga Kepada ibuku, Indonesiaku. Maaf telah menjadi sampah bagimu. Di segala sudut tubuhmu, k ami baringkan badan kami. Pada dinding-dinding lusuhmu kami sandarkan kepala kami, Dengan segala kepelikan hidup. Di tanahmu, kami kuburkan anak-anak kami, orangtua kami, dan keluarga kami, ketika tak lagi bermanfaat bagimu Pada pohon dan tanahmu kami bakar hebat–lahap tak tersisa, Hanya untuk realisasikan impian kami menjadi gedung mewah pencakar langit Dalam pelukanmu, kami curahkan nafsu manusia kami. Di sisa harta yang kau milikki, kami gadaikan – kami jual untuk mempertinggi derajat kami Kepada Indonesiaku, yang tulus dengan segala kerendahan hati menerima, dan membiarkan kami tumbuh Maaf telah menyumbat jantungmu hingga kau tak dapat bernafas Maaf telah menghancurkan otakmu , membuatmu tak dapat lagi berpikir jernih, dan kau menjadi setengah gila Gila harta! Gila tahta, gila

Kita Telah Biasa

Kita diajarkan untuk terus memberi Sampai lupa bagaimana cara menerima Menerima pemikiran orang dengan terbuka Menerima saran dengan ikhlas Menerima kesalahan  dengan senyuman Kita terlalu sering diarahkan berpikir positif pada diri Hingga lupa bahwa diri tak selamanya benar Lalu dengan mudah menyalahkan orang Membiasakan diri pada pembenaran, bukan kebenaran Kita disiapkan untuk terus maju Tanpa mengingat bahwa mundur bukan berarti kalah Lantas melabeli yang kalah pasti salah Akibat kalimat “Kebenaran pasti menang” Hidup terus kita arahkan ke atas Lalu menganggap hina pada bawah Kita terus menjadi tinggi Hingga lupa cara merendah Kualitas diri diyakinkan tak terbatas Sedang kita sendiri serba terbatas Seperti hidup melulu targetkan sukses Tanpa tahu bagaimana rasa berproses Lantas lupa bahwa hidup bukan hanya tentang kata mata Lalu tanpa sadar sabar dan ikhlas pernah ada Dan kita telah benar-benar meninggi Tinggi jabatan, ting

MEMESAN KEBAJIKAN PADA RAHWANA

Aku Bhumi. Ibuku memberikan nama itu padaku agar aku senantiasa berjalan pada ketulusan dan pengabdian. Kata ibu, Bhumi perlambang ketulusan dan keikhlasan. Sekali pun ia diinjak, diludahi, atau dijadikan penguburan sampa h. I a tetap menerima. Ibu menginginkan aku jadi orang macam itu. Sayangnya ketulusan tak pernah membuahkan hasil baik. Buah dari ketulusan dan kesetiaan pada pengabdianku mengantarkanku pada bilik dingin dengan kawalan jeruji besi. Menjadikanku seorang kriminal. Ah, kalau saja waktu itu aku menuruti nafsu buat keselamatan dan kesejahteraanku, sudah ku naikkan haji ibuku yang tersayang itu. Sudah kubelikan rumah megah pula dan kupersembahkan menantu nan cantik dan menawan buatnya. Ibu akan duduk di singgasana kehormatan dan kemewahan diiringi puji-pujian banyak orang. Tapi tidak. Kenyataanya ibuku tinggal hanya bersama adik perempuanku , yang kini sedang banting tulang menggantikanku menjadi tulang punggung keluarga. Sedang i buku hanya seorang tukang jahit ya